Peka. Dalam bahasa Inggris = Sensitive. Sebenernya apa sih arti kata peka? Gimana kalau aku gambarin dalam kalimat ini? --> "Kamu bukan cowok yang peka ya. Dia nangis supaya kamu bisa peluk dia." Udah menggambarkan arti peka belum? Belum ya. Iya sih. Kalau gitu gini deh, aku mau ceritain kesaksian hidupku deh. Mudahan bisa membantu kalian buat ngerti arti kata peka yaa. By the way, aku lebih suka pakai kata peka dibanding sensitif. Kalo sensitif itu stigmanya udah terlanjur jelek di dalam penggunaan bahasa Indonesia. :)
Aku punya adek kandung, namanya Kiki dan Lelly. Bagaimana warna kulit, bentuk wajah, dan bentuk badan mereka mungkin gak aku sharingkan di postingan ini. Next time deh. Kalau niat. Lelly sekarang duduk di bangku kelas 6 SD (walaupun sebenernya badannya doi sama sekali gak menggambarkan anak-anak kelas 6 pada umumnya) dan Kiki kelas 4 SD. Lelly hobi nyanyi dan Kiki hobi main PS. This is where the story begins..
Adekku yang cowok, Kiki, anaknya telaten banget dalam ngumpulin duit (nabung, tepatnya). Kalau dikasih uang jajan 5000 doi bakal taruh 2000 di celengannya dan 3000 di kantong celana sekolahnya. Kalau dikasih 100.000 sama om tante, pasti langsung ditabung. Beda banget sama si Lelly (juga aku) yang kalau dikasih 5000 buat jajan, pasti akan minta 5000 lagi baru mau pergi sekolah, atau kalau dikasih duit 100.000, langsung nelpon temen-temen buat ketemuan di mall. Itu sebabnya di antara kita bertiga, Kiki lah yang paling tajir dan bergelimang uang pecahan 2000an dan receh.
Singkat cerita, prinsip "Hemat pangkal kaya" dalam hidup Kiki membuahkan hasil. Si Mama menjanjikan dia buat beli PSP Sony Black Piano asal duitnya udah nyentuh harga setengah dari sang PSP. Gak nyampe 3 bulan, si duit udah terkumpul 800rb (meskipun harga PSPnya 1.800.000). Dengan sedikit menahan lapar di sekolah dan sedikit teknik rmerengek, si Mama akhirnya nombokin sejuta, supaya PSP tersebut bisa jadi hak milik Yehezkiel Pairara Christiaan alias Kiki. So, tepat di bulan Juli 2013, seorang Kiki telah mempunyai PSP secara tunai.
Aku, Agustina Rarahere Christiaan, sebagai seorang kakak yang baik hati, harus dengan setia merawat tumbuh kembang adek-adekku, tak terkecuali barang-barang mereka. So saat Kiki sekolah, hak kepemilikan sang PSP jatuh ke tanganku, kakak pertama. I was so addicted to play it. Kalau dia pulang, sang PSP kembali ke pangkuan maharaja Kiki. Begitu terus sampai aku harus kembali ke haribaan kota Malang untuk memulai perkuliahan nista semester 5.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, tampaknya kasih dan afeksi Kiki kepada sang PSP mulai pudar. Di beberapa kesempatan aku telpon Mama, saat aku menanyakan kabar sang PSP, Mama selalu ngeluh kalau sang PSP dibiarkan tergeletak di ruang tamu atau tempat-tempat tidak layak lainnya. Gak pernah Kiki mainin, gak pernah dicas, gak pernah dibelai. Aku yang addicted banget sama PSP itu sebel dong. Aku suruh Mama buat bilang ke Kiki supaya PSPnya dikasih ke aku aja. Eh si Kiki malah marah-marah dan alhasil doi menjadi lelaki pertama yang menutup telpon saat aku lagi berbicara. Kurang ajyar.
Singkat cerita, beberapa hari lalu aku kembali mewacanakan untuk merayu Kiki agar sang PSP bisa dipindahtangankan ke aku. DAN, ternyata PSP itu hilang. Ohman, geger banget perut aku denger kabar kayak gitu. Mana si Mama dan Lelly punya kecurigaan besar kalau ada pihak yang bertanggungjawab dalam mengambil sang PSP. Siapakah orang beruntung yang dicurigai ini? Saudara sepupuku sendiri, K***a (untuk kenyamanan dan keamanan bersama, nama K***a akan disingkat huruf K). Si K emang terkenal klepto dalam keluargaku. Sepupuku, F***y, (juga untuk kenyamanan dan keamanan bersama, nama F***y akan disingkat huruf F) pernah kehilangan handphone yang ternyata ditilep sama K.
Perasaan kakak mana yang tega melihat perjuangan adeknya mengumpulkan uang sampai 800rb untuk membeli sang PSP, tapi ternyata sang PSP diambil orang lain yang adalah saudara sepupunya sendiri? :" aku gak terima dong ya. Iyalah, daripada tuh PSP diambil orang karena recklessnya si Kiki, mendingan dikasih ke kakak kandungnya dong. Kan sebel yak. Akhirnya, aku maksa-maksa Mama buat nyari lagi sang PSP ke seluruh penjuru rumah (yang tidak membuahkan respon yang positif dari Mamaku), bahkan mengimi-imingi si Lelly pulsa 10.000 agar dia mau menggerakkan pantatnya yang besar itu untuk mencari sang PSP, tapi tetap saja hasilnya nihil.
Singkat cerita, dengan keberaniannya yang disok-sokkan, si Lelly mem-bbm-in K untuk bertanya tentang sang PSP. Dan masalahnya, K membalas Lelly dengan bbm yang terlihat bego banget di mata aku. Spontan dong ya, rasa curigaku makin tinggi. Selain rasa curiga makin tinggi, aku juga merasa harus mem-back-up si Lelly yang udah kadung (Indonesia=terlanjur) bbm si K. Di sini nih cerita tentang peka mendekati klimaksnya.
Sebelum aku bbm K, aku bbm dulu seorang kakak yang udah deket banget sama aku. Aku minta pendapatnya, apa yang kudu dilakuin, mengingat si K ini masih SMP dan aku udah kuliah. Gak mungkin kan ya aku tiba-tiba langsung marah-marah dan menuduh dia tanpa bukti yang jelas. Alhasil, si kakak ini malah memprovokasi aku untuk segera ngomong ke Kezia. Oke, aku mantepin hati. Aku ambil BBku, dan search namanya, terus start chat. Tinggal ngetik doang nih, tapi tiba-tiba aku merasa gak damai sejahtera. Ngerti damai sejahtera gak? Damai sejahtera itu perasaan tenang, tentram, sukacita, gak ada beban atau tekanan. Nah, yang kurasain waktu itu tuh gak tenang, gak tentram, gak sukacita, berbeban dan bertekanan. Gak, gak, aku lagi gak tidur di bawah gajah kok. Tekanan dalam hati ini rasanya beda banget. Aku bbm lah si kakak ini, kasih tahu kalau ngerasa gak damai sejahtera buat bbm K. Tapi, sekali lagi rasa takut melampaui rasa damai. Alhasil, aku bbm dia dan kita (aku dan K) terlibat dalam beberapa chat.
Intinya, si K tidak ngaku kalau dia mengambil sang PSP, tapi di satu sisi aku gak mau percaya karena F sudah pernah mengalami hal ini dengan K sebelumnya. Bahkan aku sudah mengancam K untuk melaporkannya ke pihak berwajib (Papa dan Mama K) supaya dia takut dan segera balikin sang PSP ke maharaja Kiki. Anehnya, pals, di setiap kalimat yang aku ketik, rasa gak damai sejahtera itu makin kuat. Kayak ada dorongan dari dalam yang bilang “Bukan dia tau, yang ambil PSPnya Kiki”. Tapi sekali lagi, rasa takut kehilangan sang PSP lebih besar daripada dorongan itu, pals.
Cerita disingkat, ternyata K udah lapor ke Mamanya. Aku sebagai keponakan yang baik dan benar pasti harus segera konfirmasi ke beliau langsung dong ya. Bisa digorok pakai mandau kalau gak segera konfirmasi soal masalah ini. Si Tante (Mama K) juga udah kapok banget sama kelakuan klepto si K. Dan di telpon, aku mengeluh, mengeluarkan semua ketakutanku terhadap kelakuan dan kemungkinan perilaku K terhadap sang PSP. Si Tante gak marah, bahkan doi bilang mau potong tangannya K kalau dia sampai ketahuan ambil sang PSP. Ngeri banget ya dengernya. O.O! Tapi, di satu sisi, si Tante pengen aku konfirmasi lagi soal kronologi peristiwa hilangnya gimana dan apa bener seluruh penjuru rumah sudah dicari. Okelah, aku telpon Mamaku supaya si Tante senang.
Lagi asik-asik denger cerita si Mama soal kronologinya, tiba-tiba si Mama bilang gini dengan nada yang datar “Nah ini PSPnya udah ketemu. Lelly ketemuin di bawah kolong tempat tidur kakek.” Arrrgghhh~~~! Kalau ada penggorengan kentang yang berisi minyak panas, mau rasanya kucelupin mukaku ke dalam situ. Malu banget dah. Udah sampai nelpon si Tante, bahkan aku denger lewat telpon, si Tante udah sempet marah-marahin si K. Itu tuh rasanya kayak dijitak Tessie pake cincin yang banyak mata batunya gitu.
Dan lebih dalam lagi, aku sedih banget. Bukan, bukan, bukan karena aku udah nuduh sepupu, bukan juga karena malu, tapi karena aku gak mau dengerin dorongan hati kecilku. Aku percaya, segala sesuatu yang dari Tuhan pasti mendatangkan damai sejahtera. Aku percaya dan aku hidup dalam kepercayaan itu, dan aku tidak melakukannya. Sedih banget, man.
Sangat menyesal, amat-amat menyesal, kalau aku mikirin lagi betapa kita sebagai manusia susah banget peka dengan suara Tuhan dalam hati kita. Dulu waktu sekolah minggu, guru sekolah mingguku pernah bertanya gini di kelas, “Kok kalian bisa tahu kalau yang lagi bicara di ruang tamu itu Papa kalian dan bukan tetangga sebelah, padahal kalian berada di dalam kamar?” dan di antara beberapa teman yang lebih tua umurnya, aku yang menjawab “Karena sudah terbiasa mendengar suara Papa sehari-hari”.
Kita manusia seperti itu. Kita anak, dan Tuhan adalah Papa kita. Kalau kita selalu hidup dan bergaul karib dengan Tuhan yang notabene adalah Papa kita, kita akan bisa bahkan sangat bisa untuk dapat mengerti kalau Papa kita sedang berbicara kepada kita, dan bukan suara lain.
Udah jelas-jelas, dan itu jelas banget, kalau Tuhan gak memberikan damai sejahtera buat aku untuk bbm si K, tapi akunya keras kepala. So, aku melihat dan merasakan sendiri efeknya sekarang, yaitu hidup dalam awkward feeling dan awkward memory. Awkward feeling, gak ngerti kudu bersikap seperti apa saat bertemu K dan Mamanya kalau aku pulang ke Balikpapan nanti. Awkward memory, saat-saat di mana kita memikirkan kebodohan dan kesalahan fatal kita, lalu kita rasanya ingin meledak supaya ingatan itu gak bisa kita recall kembali.
Yeah, this is life. You’ve got to give response to the effect as the impact of your action. Kalau memang benar, be grateful. Kalau memang salah, bertanggungjawablah atas kesalahanmu itu. Terlebih lagi, minta ampun sama Tuhan karena lagi dan lagi kamu tidak peka mendengar suaraNya dalam kehidupanmu sehari-hari.
Suatu pelajaran yang sangat “menghajar” yang Tuhan ijinkan terjadi di dalam hidupku. Aku diminta untuk mengasah kepekaanku untuk mendengarkan suaraNya, dengan semakin mendekatkan diri ke Dia. Aku bisa hapal suara papa bukan karena aku denger suara doi sebulan sekali, akan tetapi setiap hari. Aku bisa semakin familiar dengan suara papa kalau aku berinteraksi dengan dia setiap saat di setiap hari. Begitu juga dengan suara si Papa. Banyak cara yang bisa kita lakukan, seperti berdoa, menyediakan waktu khusus untuk bersaat teduh dan membaca Firman Tuhan, melayani Tuhan di Bait SuciNya, mengasihi keluarga bahkan orang yang kita anggap musuh, memberikan korban syukur, dan lain-lain. Tapi mungkin tahun ini aku akan menghususkan ke menyediakan waktu khusus untuk bersaat teduh. Aku butuh Kau, Tuhan Yesus, sebagai Papa dalam hidupku. God is so good to me! GBU Nonstop, pals!!
Adekku yang cowok, Kiki, anaknya telaten banget dalam ngumpulin duit (nabung, tepatnya). Kalau dikasih uang jajan 5000 doi bakal taruh 2000 di celengannya dan 3000 di kantong celana sekolahnya. Kalau dikasih 100.000 sama om tante, pasti langsung ditabung. Beda banget sama si Lelly (juga aku) yang kalau dikasih 5000 buat jajan, pasti akan minta 5000 lagi baru mau pergi sekolah, atau kalau dikasih duit 100.000, langsung nelpon temen-temen buat ketemuan di mall. Itu sebabnya di antara kita bertiga, Kiki lah yang paling tajir dan bergelimang uang pecahan 2000an dan receh.
Singkat cerita, prinsip "Hemat pangkal kaya" dalam hidup Kiki membuahkan hasil. Si Mama menjanjikan dia buat beli PSP Sony Black Piano asal duitnya udah nyentuh harga setengah dari sang PSP. Gak nyampe 3 bulan, si duit udah terkumpul 800rb (meskipun harga PSPnya 1.800.000). Dengan sedikit menahan lapar di sekolah dan sedikit teknik rmerengek, si Mama akhirnya nombokin sejuta, supaya PSP tersebut bisa jadi hak milik Yehezkiel Pairara Christiaan alias Kiki. So, tepat di bulan Juli 2013, seorang Kiki telah mempunyai PSP secara tunai.
Aku, Agustina Rarahere Christiaan, sebagai seorang kakak yang baik hati, harus dengan setia merawat tumbuh kembang adek-adekku, tak terkecuali barang-barang mereka. So saat Kiki sekolah, hak kepemilikan sang PSP jatuh ke tanganku, kakak pertama. I was so addicted to play it. Kalau dia pulang, sang PSP kembali ke pangkuan maharaja Kiki. Begitu terus sampai aku harus kembali ke haribaan kota Malang untuk memulai perkuliahan nista semester 5.
Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, tampaknya kasih dan afeksi Kiki kepada sang PSP mulai pudar. Di beberapa kesempatan aku telpon Mama, saat aku menanyakan kabar sang PSP, Mama selalu ngeluh kalau sang PSP dibiarkan tergeletak di ruang tamu atau tempat-tempat tidak layak lainnya. Gak pernah Kiki mainin, gak pernah dicas, gak pernah dibelai. Aku yang addicted banget sama PSP itu sebel dong. Aku suruh Mama buat bilang ke Kiki supaya PSPnya dikasih ke aku aja. Eh si Kiki malah marah-marah dan alhasil doi menjadi lelaki pertama yang menutup telpon saat aku lagi berbicara. Kurang ajyar.
Singkat cerita, beberapa hari lalu aku kembali mewacanakan untuk merayu Kiki agar sang PSP bisa dipindahtangankan ke aku. DAN, ternyata PSP itu hilang. Ohman, geger banget perut aku denger kabar kayak gitu. Mana si Mama dan Lelly punya kecurigaan besar kalau ada pihak yang bertanggungjawab dalam mengambil sang PSP. Siapakah orang beruntung yang dicurigai ini? Saudara sepupuku sendiri, K***a (untuk kenyamanan dan keamanan bersama, nama K***a akan disingkat huruf K). Si K emang terkenal klepto dalam keluargaku. Sepupuku, F***y, (juga untuk kenyamanan dan keamanan bersama, nama F***y akan disingkat huruf F) pernah kehilangan handphone yang ternyata ditilep sama K.
Perasaan kakak mana yang tega melihat perjuangan adeknya mengumpulkan uang sampai 800rb untuk membeli sang PSP, tapi ternyata sang PSP diambil orang lain yang adalah saudara sepupunya sendiri? :" aku gak terima dong ya. Iyalah, daripada tuh PSP diambil orang karena recklessnya si Kiki, mendingan dikasih ke kakak kandungnya dong. Kan sebel yak. Akhirnya, aku maksa-maksa Mama buat nyari lagi sang PSP ke seluruh penjuru rumah (yang tidak membuahkan respon yang positif dari Mamaku), bahkan mengimi-imingi si Lelly pulsa 10.000 agar dia mau menggerakkan pantatnya yang besar itu untuk mencari sang PSP, tapi tetap saja hasilnya nihil.
Singkat cerita, dengan keberaniannya yang disok-sokkan, si Lelly mem-bbm-in K untuk bertanya tentang sang PSP. Dan masalahnya, K membalas Lelly dengan bbm yang terlihat bego banget di mata aku. Spontan dong ya, rasa curigaku makin tinggi. Selain rasa curiga makin tinggi, aku juga merasa harus mem-back-up si Lelly yang udah kadung (Indonesia=terlanjur) bbm si K. Di sini nih cerita tentang peka mendekati klimaksnya.
Sebelum aku bbm K, aku bbm dulu seorang kakak yang udah deket banget sama aku. Aku minta pendapatnya, apa yang kudu dilakuin, mengingat si K ini masih SMP dan aku udah kuliah. Gak mungkin kan ya aku tiba-tiba langsung marah-marah dan menuduh dia tanpa bukti yang jelas. Alhasil, si kakak ini malah memprovokasi aku untuk segera ngomong ke Kezia. Oke, aku mantepin hati. Aku ambil BBku, dan search namanya, terus start chat. Tinggal ngetik doang nih, tapi tiba-tiba aku merasa gak damai sejahtera. Ngerti damai sejahtera gak? Damai sejahtera itu perasaan tenang, tentram, sukacita, gak ada beban atau tekanan. Nah, yang kurasain waktu itu tuh gak tenang, gak tentram, gak sukacita, berbeban dan bertekanan. Gak, gak, aku lagi gak tidur di bawah gajah kok. Tekanan dalam hati ini rasanya beda banget. Aku bbm lah si kakak ini, kasih tahu kalau ngerasa gak damai sejahtera buat bbm K. Tapi, sekali lagi rasa takut melampaui rasa damai. Alhasil, aku bbm dia dan kita (aku dan K) terlibat dalam beberapa chat.
Intinya, si K tidak ngaku kalau dia mengambil sang PSP, tapi di satu sisi aku gak mau percaya karena F sudah pernah mengalami hal ini dengan K sebelumnya. Bahkan aku sudah mengancam K untuk melaporkannya ke pihak berwajib (Papa dan Mama K) supaya dia takut dan segera balikin sang PSP ke maharaja Kiki. Anehnya, pals, di setiap kalimat yang aku ketik, rasa gak damai sejahtera itu makin kuat. Kayak ada dorongan dari dalam yang bilang “Bukan dia tau, yang ambil PSPnya Kiki”. Tapi sekali lagi, rasa takut kehilangan sang PSP lebih besar daripada dorongan itu, pals.
Cerita disingkat, ternyata K udah lapor ke Mamanya. Aku sebagai keponakan yang baik dan benar pasti harus segera konfirmasi ke beliau langsung dong ya. Bisa digorok pakai mandau kalau gak segera konfirmasi soal masalah ini. Si Tante (Mama K) juga udah kapok banget sama kelakuan klepto si K. Dan di telpon, aku mengeluh, mengeluarkan semua ketakutanku terhadap kelakuan dan kemungkinan perilaku K terhadap sang PSP. Si Tante gak marah, bahkan doi bilang mau potong tangannya K kalau dia sampai ketahuan ambil sang PSP. Ngeri banget ya dengernya. O.O! Tapi, di satu sisi, si Tante pengen aku konfirmasi lagi soal kronologi peristiwa hilangnya gimana dan apa bener seluruh penjuru rumah sudah dicari. Okelah, aku telpon Mamaku supaya si Tante senang.
Lagi asik-asik denger cerita si Mama soal kronologinya, tiba-tiba si Mama bilang gini dengan nada yang datar “Nah ini PSPnya udah ketemu. Lelly ketemuin di bawah kolong tempat tidur kakek.” Arrrgghhh~~~! Kalau ada penggorengan kentang yang berisi minyak panas, mau rasanya kucelupin mukaku ke dalam situ. Malu banget dah. Udah sampai nelpon si Tante, bahkan aku denger lewat telpon, si Tante udah sempet marah-marahin si K. Itu tuh rasanya kayak dijitak Tessie pake cincin yang banyak mata batunya gitu.
Dan lebih dalam lagi, aku sedih banget. Bukan, bukan, bukan karena aku udah nuduh sepupu, bukan juga karena malu, tapi karena aku gak mau dengerin dorongan hati kecilku. Aku percaya, segala sesuatu yang dari Tuhan pasti mendatangkan damai sejahtera. Aku percaya dan aku hidup dalam kepercayaan itu, dan aku tidak melakukannya. Sedih banget, man.
Sangat menyesal, amat-amat menyesal, kalau aku mikirin lagi betapa kita sebagai manusia susah banget peka dengan suara Tuhan dalam hati kita. Dulu waktu sekolah minggu, guru sekolah mingguku pernah bertanya gini di kelas, “Kok kalian bisa tahu kalau yang lagi bicara di ruang tamu itu Papa kalian dan bukan tetangga sebelah, padahal kalian berada di dalam kamar?” dan di antara beberapa teman yang lebih tua umurnya, aku yang menjawab “Karena sudah terbiasa mendengar suara Papa sehari-hari”.
Kita manusia seperti itu. Kita anak, dan Tuhan adalah Papa kita. Kalau kita selalu hidup dan bergaul karib dengan Tuhan yang notabene adalah Papa kita, kita akan bisa bahkan sangat bisa untuk dapat mengerti kalau Papa kita sedang berbicara kepada kita, dan bukan suara lain.
Udah jelas-jelas, dan itu jelas banget, kalau Tuhan gak memberikan damai sejahtera buat aku untuk bbm si K, tapi akunya keras kepala. So, aku melihat dan merasakan sendiri efeknya sekarang, yaitu hidup dalam awkward feeling dan awkward memory. Awkward feeling, gak ngerti kudu bersikap seperti apa saat bertemu K dan Mamanya kalau aku pulang ke Balikpapan nanti. Awkward memory, saat-saat di mana kita memikirkan kebodohan dan kesalahan fatal kita, lalu kita rasanya ingin meledak supaya ingatan itu gak bisa kita recall kembali.
Yeah, this is life. You’ve got to give response to the effect as the impact of your action. Kalau memang benar, be grateful. Kalau memang salah, bertanggungjawablah atas kesalahanmu itu. Terlebih lagi, minta ampun sama Tuhan karena lagi dan lagi kamu tidak peka mendengar suaraNya dalam kehidupanmu sehari-hari.
Suatu pelajaran yang sangat “menghajar” yang Tuhan ijinkan terjadi di dalam hidupku. Aku diminta untuk mengasah kepekaanku untuk mendengarkan suaraNya, dengan semakin mendekatkan diri ke Dia. Aku bisa hapal suara papa bukan karena aku denger suara doi sebulan sekali, akan tetapi setiap hari. Aku bisa semakin familiar dengan suara papa kalau aku berinteraksi dengan dia setiap saat di setiap hari. Begitu juga dengan suara si Papa. Banyak cara yang bisa kita lakukan, seperti berdoa, menyediakan waktu khusus untuk bersaat teduh dan membaca Firman Tuhan, melayani Tuhan di Bait SuciNya, mengasihi keluarga bahkan orang yang kita anggap musuh, memberikan korban syukur, dan lain-lain. Tapi mungkin tahun ini aku akan menghususkan ke menyediakan waktu khusus untuk bersaat teduh. Aku butuh Kau, Tuhan Yesus, sebagai Papa dalam hidupku. God is so good to me! GBU Nonstop, pals!!